Danau Dua Rasa

Danau Dua Rasa
Jauh di pedalaman Kalimantan Timur sana, terbentanglah Danau Labuan Cermin. Danau bening ini istimewa karena memiliki laut di dasarnya. Laut di dasar danau? Benar, danau ini memiliki aliran air asin yang hanya ada di bagian bawah danau.
Yahoo!/Famega Syavira
Labuan Cermin terletak di Kecamatan Biduk-biduk, Kalimantan Timur. Jika dilihat di peta, letaknya tepat di punggung hidung Kalimantan. Tempat ini bisa ditempuh dalam tiga jam perjalanan laut dari Derawan.

Bagian atas Danau Labuan Cermin berisi air tawar seperti danau pada umumnya. Namun beberapa meter di bawahnya terdapat aliran air asin. Anehnya, kedua jenis air ini tidak tercampur. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa air laut dan air tawar dipisahkan oleh lapisan serupa awan.

Belum ada yang melakukan penelitian di daerah ini sehingga terbentuknya fenomena ini masih menjadi misteri.

Lapisan keruh berwarna putih itu diduga hasil pembusukan organisme dasar labuhan yang terperangkap dan tak bisa pergi. Dua jenis air di danau ini juga menghadirkan organisme dari dua dunia. Ikan air tawar hidup di permukaan, sedangkan ikan air laut bisa ditemukan di dasar danau.


The Nature Conservancy/Rudyantoi

Saat saya kesana, kebetulan lapisan air tawar sedang tipis. Awak kapal menyelam dan sempat mencicipi air asin di kedalaman sekitar dua meter. Rupanya ketebalan lapisan air tawar dan air asin bisa berubah sesuai dengan pasang-surut air laut.

Danau mungil ini dikelilingi hutan dan ada tebing menjulang tinggi di salah satu sisinya. Sambil berenang kami disuguhi musik hutan — suara burung dan serangga. Tak mengherankan jika danau ini diberi nama Labuan Cermin: airnya jernih sekali sampai orang bisa bercermin di atasnya. Arus di beberapa tempat cukup kuat dan mudah menyeret orang yang tak bisa berenang.


The Nature Conservancy/Rudyanto

Untuk menuju tempat ini kami harus menumpang sampan nelayan dan melewati perjalanan selama 15 menit, menembus semak bakau dan hutan. Hutan itu masih dihuni aneka binatang liar seperti monyet, bekantan, berang-berang dan beruang madu.

Karena jaraknya cukup jauh dari kota, jarang atau hampir tidak ada turis yang berkunjung ke sini. Tempat ini hanya dikenal oleh orang-orang lokal dari sekitar daerah itu. Fasilitas dan prasarana pun masih seadanya. Tempat kami menginap adalah sebuah Pusat Informasi Nelayan (PIN) binaan The Nature Conservancy, lembaga pegiat pelestarian lingkungan yang mengundang saya mengunjungi tempat ini.

PIN berbentuk rumah panggung di tepi muara sebuah sungai, hanya beberapa ratus meter dari laut. Rumah itu punya semacam dermaga kecil tempat menambatkan perahu. Sungai di depan PIN berair payau. Kadar keasinannya tergantung pada pasang-surut air laut. Ketika laut surut, sungai berubah menjadi sangat jernih sehingga dasarnya dapat dilihat dengan jelas.


The Nature Conservancy/Rudyanto

Dari beranda kita bisa melihat ikan berseliweran. Ardi, anak nelayan yang suka bermain di PIN menjelaskan pada kami jenis-jenis ikan itu. Ada ikan yang banyak durinya, ada ikan yang menyengat dan ikan yang bertubuh pipih panjang. Tak hanya dikunjungi oleh para nelayan, PIN juga menjadi tempat berkumpul anak-anak nelayan yang hendak menonton film tentang kehidupan laut atau membaca koleksi perpustakaan.

Hari mulai gelap saat beberapa nelayan berangkat melaut. Adapun kami menghabiskan malam dengan minum kopi di beranda dan menatap air sungai dan bulan nyaris purnama. Suasana damai yang tak bisa ditemui di kota.

Malino dan Kesejukan yang Mendamaikan

Malino dan Kesejukan yang Mendamaikan
Source : http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/72-malino-dan-kesejukan-yang-mendamaikan
Oleh Amril Taufik Gobel

Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata "Malino"? Saya yakin ingatan Anda pasti akan melayang ke Perjanjian Malino, sebuah pertemuan bersejarah yang digagas untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai dalam kekerasan di Maluku. 

Berlangsung pada Februari 2002, perjanjian ini menghasilkan kesepakatan damai untuk mengakhiri pertikaian yang memakan korban cukup besar di Maluku.

Saya sendiri mengenang Malino sebagai tempat wisata yang indah dan sejuk dengan suasana pegunungan yang asri serta teduh. Saat masih menjadi siswa SMA dan mahasiswa, beberapa kali saya mengunjungi tempat yang terletak kurang lebih 90 km dari kota Makassar, Sulawesi Selatan ini.


Tempo/Zulkarnain
Untuk menuju kota Malino, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam dari kota Makassar dengan mengendarai mobil — menyusuri perbukitan di lereng pegunungan Bawakaraeng.

Seorang kawan sempat berseloroh bahwa Malino ini sama dengan "Puncak"-nya Sulawesi Selatan. Tak mengherankan sebab keindahan tempat ini sungguh memukau. Malino sudah menjadi lokasi wisata favorit sejak zaman kolonial Belanda.

Hutan pinus yang teduh disertai pemandangan laksana lukisan alam membuat kita terbuai. Ditambah lagi udara pegunungan yang sejuk membuat suasana hati menjadi tenteram dan nyaman. Tak salah jika Malino dijadikan sebagai tempat pertemuan untuk mencapai kesepakatan damai bagi pihak-pihak yang bertikai. Kesejukannya mendamaikan dan panorama alamnya sungguh meneduhkan.

Tapi tidak hanya keindahan hutan pinus saja yang bisa Anda nikmati. Di pagi hari, Anda bisa jalan-jalan ke Pasar Sentral Malino, berbelanja sayur-mayur dan buah-buahan segar. Setelah itu sempatkan singgah sarapan di kedai-kedai yang tersedia di pinggir hutan pinus — tak jauh dari Pasar Sentral. Sembari menyeruput kopi panas di sela-sela hawa dingin pegunungan, Anda bisa menikmati jejeran pohon pinus yang berbaris rapi dan rindang.

Anda bahkan bisa menunggang kuda dengan tarif Rp 10 ribu sekali keliling atau Rp 50 ribu per jam. Saya masih ingat betul pernah beberapa kali terjatuh saat mencoba menaiki kuda yang akan saya tunggangi karena gugup dan sedikit takut. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba, saya begitu menikmati pengalaman pertama kali menunggang kuda meski masih dituntun "sang pawang".

Ke arah utara dari hutan pinus, terdapat kebun teh yang dikelola sebuah perusahaan swasta. Untuk menuju ke sana dibutuhkan perjuangan besar karena mesti melalui medan yang cukup sulit. Namun ketika sampai, Anda akan terpukau oleh pemandangan alam yang terhampar. Kehijauan daun teh yang berpadu dengan lekuk-lekuk pegunungan Bawakaraeng menjadi sebuah pesona tersendiri yang menyisakan kesan mendalam. Di sana Anda pun bisa menikmati teh Malino beraroma khas.

Sekitar 10 km dari Malino ke arah timur, Anda bisa mengunjungi air terjun Takapala. Jalan yang berkelak-kelok dengan pemandangan alam pegunungan akan menemani perjalanan Anda menuju air terjun berketinggian sekitar 60 meter ini. 

Selain Takapala, ada pula air terjun Lembanna yang berjarak 8 km dari kota Malino. Pemandian Lembah Biru serta tanaman hortikultura di daerah Karenpia, serta kekayaan flora dan fauna juga bisa menjadi pilihan Anda dalam berwisata di Malino.

Pemerintah setempat tampaknya telah menyiapkan kawasan ini sebagai daerah wisata terpadu beserta segenap fasilitas yang dimilikinya. Hotel dan vila dengan tarif terjangkau tersedia di kawasan ini, begitu pula dengan rumah makan dengan cita rasa bervariasi.

Mari nikmati kesejukan yang mendamaikan di Malino!